Mengajukan klaim penyakit kritis merupakan langkah yang akan diambil nasabah asuransi untuk mengurangi beban perawatan atau pengobatan penyakit kronis. Pasalnya, sebagian besar penyakit kronis seperti TBC, stroke, hingga kanker membutuhkan biaya yang tidak sedikit untuk perawatan dan pasien juga memerlukan pemeriksaan secara rutin sekaligus obat-obatan dalam jangka panjang.
Atas alasan inilah membuat sejumlah perusahaan asuransi menyediakan asuransi penyakit kritis (critical illness) untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Namun demikian, sebelum Anda menggunakan layanannya, kenali dulu kriteria penyakit kritis yang dikategorikan dalam asuransi tersebut.
Penyakit kritis dan prevalensinya di Indonesia
Belum ada kategori valid dan pasti yang menentukan sebuah penyakit dikatakan kritis. Definisinya sendiri lebih merujuk pada gangguan medis yang mematikan dan rata-rata membutuhkan biaya perawatan yang sangat besar. Penyakit seperti serangan jantung koroner, stroke, diabetes melitus, TBC, penyakit paru-paru, maupun gangguan hati dikelompokkan sebagai penyakit kritis karena memenuhi kriteria yang sudah disebutkan.
Selain itu, hipertensi atau tekanan darah tinggi juga masuk ke dalam penyakit kritis dan masih menjadi penyakit mematikan yang menduduki posisi nomor satu dunia. Sekilas, hipertensi memang tak seberbahaya stroke dan kanker, tetapi penyakit ini bisa menjadi pemicu munculnya penyakit serius lainnya seperti diabetes, gangguan ginjal, hingga serangan jantung. Penyakit-penyakit lain seperti pneumonia dan TBC yang angka kasusnya terus bermunculan di Indonesia juga termasuk dalam penyakit kritis.
Berdasarkan data yang dihimpun dari Rikesdas 2018, prevalensi penyakit kritis di Indonesia mencakup hipertensi dengan pengidap sekitar 34,1% dari total jumlah penduduk berusia 18 tahun ke atas; stroke dengan jumlah pengidap 10,9%; diabetes dengan jumlah pengidap 8,5%; penyakit ginjal kronis dengan jumlah pengidap 3,8%; pneumonia dengan jumlah pengidap 2%; TBC dengan jumlah pengidap 0,4%.
Fungsi asuransi penyakit kritis untuk nasabah
Asuransi penyakit kritis secara garis besar menjamin nasabah dari risiko penyakit kritis dengan memberikan santunan kepada pemegang polis saat mereka mengalami penyakit tersebut. Biasanya, jumlah dana yang dicairkan lewat klaim bisa lebih besar dibandingkan asuransi kesehatan biasa.
Sebagai gambaran, seseorang yang menderita kanker rata-rata mengeluarkan biaya sekitar Rp. 100.000.000 per bulan. Sementara, untuk gangguan kardiovaskular, ada operasi bypass jantung yang bisa dikenakan biaya sebesar Rp. 150.000.000 hingga Rp. 300.000.000 atau malah bisa lebih. Dengan asuransi penyakit kritis, diharapkan dapat membantu meringankan beban finansial nasabah.
Ahmad Gozali selaku perencana keuangan dari Zelts Consulting mengatakan bahwa asuransi penyakit kritis sangatlah penting untuk dimiliki karena nasabah mendapatkan perlindungan sekaligus tanggungan biaya pengobatan dari perusahaan asuransi. Nasabah yang bersangkutan juga akan merasa tenang, terutama saat mereka sakit karena tidak perlu mengeluarkan uang untuk berobat karena ditanggung asuransi.
Yuk, ringankan beban perawatan penyakit kronis Anda dengan asuransi penyakit kritis.